Sabtu, 15 November 2008

Banjir Samarinda, Kecipak-Kecipuk Kaki

Samarinda akhir-akhir ini malah terkenal berkat beritanya yang heboh, Bahkan masuk TV nasional. Beberapa minggu lalu ada berita 13 buaya yang lepas dari KRS (Kebun Raya Samarinda). Buaya-buaya yang besar itu lepas karena luapan air banjir.Tapi gua gak khawatir karena buaya gak bakalan pergi jauh sampe sungai Tenggarong. Gak lama gua dapat berita dari temen gua yang kebetulan ke rumah keluarganya di Samarinda.
Bagus : "Buayanya mati satu."
Gua : "Kenapa?"
Bagus : "Katanya makan plastik."
Huahahaha :D Buaya mati makan plastik! Yang bener aja! Emang Samarinda kotor banget. Sekitar beberapa hari akhirnya keluar berita di Liputan 6 malasah banjir di Samarinda. Hehehe.... Samarinda terkenal! Masalahnya batal rencana gua mau beli buku ma software baru.

Hari Jum'at kami mau pergi ke Hotel Grand Sawit untuk test TOEFL. Beberapa orang gak tau di mana Hotel Grand Sawit. Dengan otak Pentium 2 gua gua jawab asalan,
Gua : "Di jalan mau ke SCP itu, yang gede. Terus lewati Lembuswana, ke jalan mau ke Chapter, naik jembatan terus. belok kiri di situ ada hotel gede." padahal gua gak tau.
Rahman : "Itu bukannya Hotel Senyiur?"
Gua : "Senyiur sama Sawit beda ya?" Gua masang muka goblok.

Jum'at pagi Pak Anton ngasih pengarahan untuk kami yang berangkat tes,
Pak Anton : "Nanti yang pergi tes TOEFL pake baju PDL (Pakaian dDinas Luar)."
Hah?! bukannya katanya pake baju bebas pantas? Beberapa dari kami minta penjelasan dan komplain tapi keputusannya tetap pake PDL. Masalahnya bakal basah ni baju. Mana bakal dipake kalo IB lagi (Ijin Berlibur).
Gua : "Pake baju apa , Ko?"
Eko : "Bebas dong! Aku gak mau kebasahan."
Andri : "Eko mau daftar lowongan bersihkan WC!" (Hukuman yang melanggar perintah Pak Anton)
Eko : "Peraturan ada untuk dilanggar!"
Dia nekat pergi pake baju bebas sendirian.

Siangnya kami siap-siap pergi. Semua mencar di waktu berbeda, kecepatan berbeda, kendaraan berbeda, dan rute berbeda (Enaknya berbeda apa lagi ya :p). Gua goncengan ma Andri, HAlim, Ihsan ma Aladin, EAP ma Chidori, Eja ma Majid. Halim mimpin karena dia yang tau jalan yang aman dari banjir. Gua liatin langit,
Gua : "Ndri, langitnya gak ngenain."
Andri : "Kalo hujan gimana kita?"
Gua : "Tergantung yang depan dech."

Sampe di Samarinda gak taunya hujan turun deras banget. Kami langsung berteduh ke tempat berteduh terdekat. Kami ke toko yang tutup di depan masjid. Hujannya deras, lama lagi.
Andri : "Lis, Kalo mau ngadu ke Allah ada masjid tuh di depan."
Ihsan : "Di sebelah ada warung bakso."
Aladin : "Eja bayari."
Eja : "Ndik kuat aku leh BSS aja dah." (BSS=Bayar Sendiri-Sendiri)
Gua : "Deras hujannya leh."
Ihsan : "Kita pake jas hujan itu na."
Akhirnya kami setuju dan pergi ke warung bakso dengan jas hujan. 1 jas hujan dipake berdua sampe keliatan kayak maen barongsai dibawah guyuran hujan.

Setelah hujan reda kami berangkat. Halim kembali mimpin. Gak lama kami berenti sebentar karena harus lewati daerah banjir.
Aladin : "Banjirnya jauh lah?"
Halim : "Di depan ada tanjakan jadi gak jauh amat."
Kami nanya ma Om dekat sana,
Om : "Banjirnya lumayan dalam, kalo mau lewat gasnya tarik terus, jangan diturunkan."
Akhirnya kami memutuskan untuk nerobos banjir. Kami buka sepatu dan kaus kaki kami dan mencoba menerjang banjir yang cukup dalam.
Andri : "Kayak Laskar Pelangi."
Gua : "Bukan Laskar Pelangi, ini Laskar Pelari."
Kami berhasil lewat, tapi ternyata EAP ma Chidori gagal ngelewatin banjir. Ternyata dia nurunin gas karena ada mobil di depannya.
Gua : "Gak pernah lewatin banjir ya?"
EAP : "Baru kali ini lewatin banjir."

Setelah perjuangan berat kami sampe di Hotel Grand Sawit. Ternyata ini Hotel baru. Pantas aja gua gak tau. Kami terkumpul kembali.
Rizal : "Coba ikut kami, ditepuk tangan ma orang kampung kamu."
Rahman : "Kami lewatin banjir yang dalemnya sepinggang, deras lagi. gak ada motor yang berani lewat sana. Kami aja yang lewat."

Setelah beberapa menit bincang-bincang kami masuk hotel. Hotelnya lumayan mewah, pake lift lagi (Maklum orang desa baru liat lift :p). Waktu tes gua ngambil tempat pojok dekat speaker biar pas listening lebih terdengar jelas. Sebelum listening kami mengerjakan soal lain. gua ngerjakan dengan lancarnya. Setelah soal listening mulai, Astagfirullah! Percuma gua dekat speaker. Suaranya pecah! Gua cuma geleng-geleng. Gua liatin yang lain, sekolah lain pada serius ngerjakan. Tapi dari kami malah noleh-noleh, Bahkan Indra sempat bikin ribut dengan bersuara "Inu...Inu..." Kami ngeringis nahan tawa. setelah selesai Indra kembali bikin masalah dengan teriak "Mana snacknya ini?" Gua nahan ketawa lagi. Gak lama terdengar "Nanti jam setengah tujuh kembali kesini, setelah itu kita dinner." Asiiiik! dinner! makan makanan hotel nih! Tapi Ziah dapat berita untuk segera kembali.
Ziah :
"Kata Pak Nova, biar dia yang wakilkan kita."
Gua : "Yah, gak dinner dong. Pingin ngerasain makanan hotel nih..."

Kami kembali mencar. Gua, Andri ma Rio ditinggal karena kami sholat dulu. Kami lewati jalan lain karena ditakutkan jalan tadi lebih dalam. Tapi disini lebih jauh, malahan macet sampe terpaksa kaki gua turun dari motor. air masuk ke sepatu gua.
Gua : "Ndri, kakiku rasanya kecipak-kecipuk."
Rio dengan hebatnya nyeimbangkan motor sampe masih kering sepatunya.
Gua : "Ayo jatoh! kapan jatohnya." Gerigitan gua liat sepatunya masih kering.
Akhirnya kakinya turun juga, hehehe.... (Jahatnya :p).

Sampai di tempat yang gak banjir, kami ngeliat yang lain berenti di depan warung makan. kami ikut berhenti.
Gua : "Kenapa?"
Ihsan : "Ape' mogok lagi motornya."
Selama nungguin Ape' geret motornya dari banjir, yang perginya akhiran datang dan akhirnya ngumpul lagi.
Anto : "Aku gak basah na."
Gua : "Mana? Ko' bisa? Gak macet kah?"
Anto : "Lumayan, banjirnya dalem, ada mobil kami do'a aja moga segera jalan. Gak turun sampe sini."
Gua : "Wah, gak terima ane, ente gak merasakan penderitaan kami."

Setelah EAP berhasil geret motornya dari banjir, Halim yang udah pengalaman ma banjir karena di Sebulu bisa lebih parah, coba nanganin motor EAP.
Aladin : "Halim nanti kalo gak jadi guru, jadi montir."
Ihsan : "udah jadi guru dia nge-les anaknya Bu Dewi."
Gua : "Nah, tinggal jadi montir aja lagi."
Setelah perjuangan berat Halim akhirnya motor Ape' nyala lagi.
Gua : "Hebat Lim! Nanti ane buka bengkel, jadi montir gua ya?"
Kami melanjutkan lagi perjalanan pulang. Ternyata Rizal dan Bagus nungguin sambil makan molen.
Gua : "Kenyang dia gak bagi-bagi."
Rizal : "Kalian lama sih lewat-lewat. Dari pada lapar ya kami makan."
Sampe asrama ternyata penderitaan kami dilanjutkan dengan MATI LAMPU! Lengkap penderitaan.

Rasanya lebih seru perjalanannya dari pada tes TOEFL-nya :p

4 komentar:

  1. buayanya ikut tes toefl gak???

    *buaya muara sih gak, tapi kalo buaya darat....mungkin....*

    kalo merasa buaya jangan tersungging....

    BalasHapus
  2. iii leh.. aq ndik jadi umpat pank tes tu.. ndik berani banjir besar,

    BalasHapus
  3. wah tambah parah za Samarinda nieee...
    Jadikan Jakarta no 2 za....
    Dan mudahan buayanya ndik sampai ke rumahku

    BalasHapus
  4. Hueakakakaka... bisa2nya mati tuh buaya karena PLASTIK! :D

    Tapih kalo banjir kan enag, bisa sekalian latihan renang (kk nggak bisa renang nih) hihihihi :D

    Pa kabar, dek? Kk baru sembuh sakit nih :( hikzzzz... :D

    BalasHapus

Silahkan komen apa aja, seperti apa aja. Tentu orang baik suka berkomentar ^.^ Kalo saya gak berkenan maaf kalo saya hapus :)